Memperkuat Etika Pemerintahan Dalam Memilih Pemimpin

Presiden pertama RI Ir. Soekarno, dalam satu kesempatan, pernah berpesan: “seorang pemimpin sejati adalah pelayan bagi rakyatnya.” Pesan ini menjadi relevan dan bertuah di mana politik jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 untuk memilih pemimpin terasa memanas.

Hari-hari belakangan ini partai politik atau gabungan partai politik menyodorkan (calon) pemimpin Indonesia. Tentu saja semuanya adalah putra-putri terbaik negeri ini. Oleh karenanya yang patut ditekankan di sini bahwa kepemimpinan adalah tugas berat. Maka, sebagaimana dipesankan Bung Karno pula, “Orang yang ingin memimpin harus bersedia menderita, berkeringat, dan bertanggung jawab.” Dengan demikian ada yang bisa digarisbawahi oleh dua diktum pesan Bung Karno itu, yakni “pelayan bagi rakyat” dan “bertanggung jawab”.

Etika pemerintahan yang kuat, pada dasarnya, bagian dari integritas. Oleh karenanya pemimpin yang integritasnya terjaga akan menjalankan tugasnya dengan jujur, adil, dan konsisten. Mereka akan menghindari praktik korupsi, nepotisme, dan tindakan yang merugikan masyarakat.

Etika pemerintahan menuntut agar pemimpin menjunjung tinggi nilai-nilai moral dalam pengambilan keputusan, serta memastikan bahwa kepentingan publik diutamakan di atas kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Jadi teranglah bahwa pemimpin, adalah person yang mempunyai pesona memipin pemerintahan menjunjung prinsip keadilan dan kesetaraan. Lantaran ia berpegang pada etika pemerintahan yang mengharuskan memperlakuan adil terhadap semua warga tanpa pandang latar belakang, kepercayaan, ras, atau ekonomi.

Bersamaan pula terakomodasikan etika pemerintahan untuk mendorong keterlibatan aktif dan partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan. Oleh karenanya hal ini mengharuskan pemimpin yang etis mendengarkan aspirasi masyarakat, menerima kritik, dan membuka jalur dialog yang konstruktif.

Maka kepercayaan publik demikian tinggi, sehingga masyarakat yakin bahwa pemimpin yang begitu bertindak sesuai dengan kepentingan masyarakat – bukan demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Kepercayaan ini merupakan dasar bagi stabilitas politik dan ekonomi.

Dari sini memperjelas pula bahwa pemimpin yang mengikuti prinsip-prinsip etika, akan lebih mungkin menghindari praktik korupsi. Lantas ia meng¬ambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa kekayaan negara dan sumber daya publik digunakan sebaik-baiknya.

Selain itu lebih jauh, ada keuntungan geopolitik dan geostrategi tatkala menjalankan etika pemerintahan, antara lain memperkukuh prestise dan reputasi internasional. Ini dapat memperkuat posisi negara dalam diplomasi, perdagangan, dan kerjasama lintas batas.

Juga memperkukuh pengaruh soft power, lantara etika pemerintahan yang terjaga dengan baik dapat menjadi bentuk dari soft power negara. Kemampuan untuk mempengaruhi pandangan, budaya, dan norma-norma melalui nilai-nilai etis yang diterapkan dapat memperkuat daya tarik dan pengaruh Indonesia dalam urusan internasional.

Akan tetapi sejarah juga mencatat bahwa negara-negara yang tidak menerapkan etika pemerintahan yang baik selalu berisiko menghadapi isolasi internasional. Lantaran negara-negara lain melihat praktik yang tidak etis, menjadi enggan untuk menjalin kerjasama dengan negara tersebut. Ini dapat mengakibatkan isolasi politik dan ekonomi yang merugikan.

Termasuk pula ketika negara-negara yang tidak mematuhi prinsip-prinsip etika pemerintahan dapat kehilangan dukungan dari negara-negara mitra atau sekutu. Ini dapat berdampak negatif pada kebijakan luar negeri, pertahanan, dan keamanan, serta mengurangi kemampuan negara tersebut untuk meraih tujuan strategis.

Dari semua itu, pada akhirnya, tertegaskan bahwa etika pemerintahan tidak boleh diabaikan. Tambahan pula dalam hari-hari belakangan ini tahapan Pemilu 2024 sudah bergulir, sehingga rakyat mempunyai kesibukan-kesibukan memilih pemimpin semakin meningkat.

Pada akhirnya, jelas, pemilu menjadi momentum yang demokratis untuk memilih pemimpin, sekaligus tanda yang tidak bisa lekang bahwa etika pemerintahan harus tetap lestari walau pemimpin silih berganti dipilih dari pemilu ke pemilu berikutnya.

(Prof. DR. Drs. Ermaya Suradinata, SH, MH, MSI, adalah mantan Dirjen Sospol Depdagri RI, Rektor IPDN, Gubernur Lemhannas RI, dan saat ini Dewan Pakar Bidang Geopolitik dan Geostrategi BPIP RI.)

id_IDIndonesian