Pancasila Mencegah Demokrasi Arus Antagonistik

Antagonistik adalah konsep yang digunakan untuk menggambarkan hubungan atau interaksi yang melibatkan konflik atau perlawanan antara dua pihak atau lebih.

Dalam konteks lebih umum, istilah ini merujuk pada situasi di mana satu entitas atau karakter bertindak sebagai lawan atau musuh dari entitas atau karakter lain.

Dalam dunia sastra dan drama, antagonis adalah karakter atau kekuatan yang bertentangan dengan protagonis, yang merupakan karakter utama dalam cerita.

Antagonis seringkali bertujuan menghalangi atau menghambat tujuan protagonis dan konflik antara keduanya merupakan elemen penting dalam pengembangan plot cerita.

Sedangkan dalam ilmu biologi, istilah "antagonistik" dapat merujuk pada dua zat atau efek yang berlawanan atau bertentangan, seperti dalam konteks reseptor hormon dan efek yang mereka hasilkan.

Adapun dalam konteks politik, antagonistik merujuk pada hubungan atau interaksi yang melibatkan konflik atau ketegangan antara individu, kelompok, atau negara.

Ini bisa mencakup situasi di mana berbagai pihak memiliki pandangan, kepentingan, atau tujuan yang bertentangan.

Dalam sistem politik multipartai, partai-partai berkompetisi satu sama lain untuk memenangkan pemilihan dan memegang kekuasaan.

Mereka seringkali menghadapi persaingan sengit dan berlawanan dalam hal kebijakan, visi politik, dan perekrutan pemilih.

Demikian pula Negara dapat memiliki hubungan antagonistik ketika ada konflik kepentingan, sengketa wilayah, atau ketegangan geopolitik. Ini bisa mengarah pada perang, sanksi ekonomi, atau konfrontasi diplomatik.

Demokrasi arus antagonistik

Sementara itu demokrasi, sebagai sistem pemerintahan yang memberikan kekuasaan kepada rakyat, telah menjadi prinsip yang sangat dihargai dalam dunia modern.

Namun, dalam praktiknya, demokrasi seringkali dapat berubah menjadi apa yang dapat disebut sebagai "demokrasi arus antagonistik." Istilah ini merujuk pada situasi di mana demokrasi dipenuhi konflik, ketegangan, dan antagonisme politik yang kuat.

Demokrasi arus antagonistik adalah bentuk dari demokrasi di mana proses demokratisasi yang seharusnya membawa dampak positif, seperti pengambilan keputusan kolektif dan partisipasi warga negara, malah menghasilkan konfrontasi, perpecahan, dan ketegangan dalam masyarakat.

Fenomena ini muncul ketika berbagai kepentingan dan pandangan politik berlawanan, bertabrakan, dengan intensitas tinggi yang mengakibatkan terjadinya polarisasi yang ekstrem.

Kelompok-kelompok yang berbeda di masyarakat memperkuat posisi mereka masing-masing. Sampai enggan untuk mencapai kompromi. Ini dapat menciptakan divisi yang tajam dalam masyarakat.

Warga negara kehilangan kemampuan untuk menerima, sehingga pandangan politik yang berbeda dan sering kali menganggap lawan politik sebagai musuh.

Lantas terjadilah konflik politik yang intens. Hal ini seringkali berujung pada demonstrasi, unjuk rasa, dan ketidakstabilan politik.

Pada Pemilu AS 2020 bisa menjadi contoh, di mana pemilihan Presiden AS 2020 adalah contoh klasik demokrasi arus antagonistik. Dengan polarisasi politik yang tinggi, tuduhan penipuan pemilu, dan insiden-insiden kekerasan begitu meledak.

Demikian pula contoh Brexit di Inggris. Proses Brexit yang menghasilkan pemisahan Inggris dari Uni Eropa, juga mencerminkan demokrasi arus antagonistik, dengan konflik politik yang memuncak dan perpecahan dalam masyarakat.

Begitu juga contoh dengan terjadinya ketegangan politik di Venezuela. Ketegangan politik dan konflik antara pihak-pihak yang bersaing di Venezuela adalah contoh bagaimana demokrasi dapat berubah menjadi arena antagonisme politik yang merugikan stabilitas negara.

Sifat antagonistik dalam politik

Dalam politik, ketegangan dan konflik antara berbagai pihak seringkali tidak bisa dihindari. Ini adalah hasil dari perbedaan pandangan, kepentingan, dan tujuan yang ada di dalam sistem politik.

Kandidat, partai politik, dan kelompok masyarakat seringkali bersaing untuk memengaruhi kebijakan, memenangkan pemilihan, atau mencapai tujuan mereka.

Sila pertama Pancasila mengajarkan bahwa negara Indonesia adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam konteks ini, mencegah konflik politik dan mempromosikan kerjasama yang efektif dapat dianggap sebagai bentuk menjaga harmoni dan kedamaian di antara warga negara dalam semangat persatuan yang diinspirasi oleh nilai-nilai spiritual.

Mencegah arus antagonistik dalam politik mendukung prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab. Ini berarti bahwa ketika terdapat konflik politik, tindakan yang diambil haruslah adil dan bermartabat, serta harus memastikan hak asasi manusia dan martabat individu dihormati.

Prinsip persatuan Indonesia menekankan pentingnya menghindari perpecahan dalam masyarakat.

Dengan mencegah konflik politik yang merugikan dan mempromosikan kerjasama, kita menjaga persatuan negara, menjauhi perpecahan, dan memastikan bahwa berbagai pihak dalam politik bersatu untuk mencapai kebaikan bersama.

Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, prinsip ini menyoroti pentingnya musyawarah dan perwakilan dalam pengambilan keputusan politik.

Dengan mencegah konfrontasi dan ketegangan berlebihan, proses permusyawaratan dan perwakilan dalam politik dapat berlangsung secara efektif, dan solusi yang dihasilkan akan mencerminkan aspirasi rakyat.

Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, prinsip ini menekankan pentingnya memastikan keadilan sosial dalam masyarakat. Dengan mencegah konflik politik yang dapat merugikan masyarakat, upaya untuk mencapai keadilan sosial menjadi lebih mungkin dan berkelanjutan.

Dengan menghubungkan prinsip-prinsip Pancasila ke usaha untuk mencegah arus antagonistik dalam politik, maka dapat melihat bahwa Pancasila memberikan landasan moral dan filosofis bagi tindakan-tindakan yang mendukung perdamaian, harmoni, dan keadilan dalam politik Indonesia.

Dalam pandangan begitu, Pancasila menjadi panduan untuk menjaga stabilitas sosial dan mempromosikan kerjasama yang efektif dalam mengatasi tantangan politik.

Pancasila yang mencegah

Indonesia, sebagai negara demokrasi terbesar di dunia dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa, telah berhasil mempertahankan stabilitas politik dan sosialnya sejak proklamasi kemerdekaan pada 1945.

Salah satu kunci keberhasilan ini adalah Pancasila, yaitu dasar negara yang membantu mencegah arus antagonistik dalam proses demokrasi.

Pancasila memainkan peran vital dalam mencegah demokrasi arus antagonistik melalui prinsip-prinsipnya.

Prinsip "Persatuan Indonesia" menggarisbawahi pentingnya kesatuan dan persatuan dalam masyarakat yang beragam seperti Indonesia.

Hal tersebut mengajarkan kepada warga negara bahwa keanekaragaman budaya, agama, dan etnisitas harus dilihat sebagai kekayaan yang memperkuat bangsa, bukan sebagai sumber konflik.

Pancasila mempromosikan persatuan sebagai fondasi dasar untuk mencapai tujuan bersama, dan ini menciptakan kerangka kerja yang kuat untuk menjaga stabilitas politik.

Sedangkan prinsip "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia" juga memainkan peran penting dalam mencegah demokrasi arus antagonistik.

Dengan memastikan pemerataan kekayaan dan kesempatan bagi seluruh rakyat, Pancasila membantu mengurangi ketegangan sosial dan ketidakpuasan yang bisa memicu konflik.

Hal ini demi menghindari terjadinya ketidaksetaraan yang bisa memicu ketegangan dan perpecahan dalam masyarakat.

Demokrasi arus antagonistik sering kali timbul dari ketidakpuasan, polarisasi politik, dan konfrontasi antarpartai.

Kendati demikian, Pancasila, dengan prinsip-prinsipnya yang menekankan persatuan, keadilan sosial, dan partisipasi warga negara, membantu menjaga stabilitas dalam proses demokrasi.

Partai politik, dalam mengambil kebijakan dan berkompetisi, diingatkan oleh Pancasila untuk menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan, toleransi, dan keadilan.

Di sini Pancasila merepresentasikan nilai-nilai demokrasi yang kuat, seperti partisipasi aktif warga negara dan pengambilan keputusan melalui musyawarah dan perwakilan.

Hal demikian membantu mencegah demokrasi yang sekadar formalitas –tanpa keterlibatan aktif warga negara, yang dapat menjadi sumber ketidakpuasan dan antagonisme.

Meskipun begitu, untuk menjaga Pancasila sebagai fondasi yang mencegah demokrasi arus antagonistik, perlu kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga sosial.

Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan dan regulasi yang diterapkan selaras dengan prinsip-prinsip Pancasila. Masyarakat juga memiliki peran penting dalam memahami dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian, Pancasila adalah fondasi yang kokoh dalam mencegah demokrasi arus antagonistik di Indonesia. Prinsip-prinsipnya yang menekankan persatuan, keadilan sosial, dan partisipasi aktif warga negara membantu menjaga stabilitas politik dan sosial.

Upaya bersama dari pemerintah dan masyarakat dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila, adalah kunci keberhasilan dalam menjaga demokrasi yang inklusif dan harmonis di Indonesia.

Pancasila adalah cermin dari semangat persatuan dan keragaman yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia, yang telah membantu menjaga kestabilan dalam masyarakat dalam era demokrasi yang semakin kompleks.

(Prof. Dr. Ermaya Suradinata, SH, MH, MS, adalah mantan Dirjen Sosial dan Politik Kementerian Dalam Negeri RI, Rektor IPDN, dan mantan Gubernur Lemhannas RI.)

id_IDIndonesian