Pancasila Memperbaiki Satu Pandangan Dunia Berbasiskan Budaya dan Etika

Pancasila, sebagai dasar falsafah negara Indonesia, memiliki kedudukan sentral dalam membentuk identitas dan arah pandangan pembangunan bangsa. Dalam konteks ini, konsep"welthanccung"(pandangan untuk memperbaiki) yang artinya perbaikan dunia, memberikan dimensi baru pada pemahaman nilai-nilai Pancasila, termasuk “Bhinneka Tunggal Ika” dijadikan pedoman pembangunan bangsa dan negara di Dunia.

Memperbaiki merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk lebih baik, memulihkan, atau meningkatkan kondisi suatu hal yang telah rusak, tidak berfungsi, atau kurang sempurna. Proses memperbaiki bisa berlaku dalam beragam konteks, mulai dari perbaikan fisik seperti perbaikan alat atau struktur bangunan, hingga perbaikan non-fisik seperti perbaikan hubungan interpersonal atau keadaan mental.

Pentingnya memperbaiki terletak pada upaya untuk mengembalikan sesuatu ke kondisi yang lebih baik, lebih fungsional, atau lebih baik dari sebelumnya. Hal ini melibatkan identifikasi masalah atau kekurangan, mencari solusi, dan melaksanakan tindakan yang sesuai untuk melakukan perbaikan.

Lebih lebih jauh, dan lebih luas, maka pemikiran ini mencerminkan pula aspirasi untuk mencapai keharmonisan dan kemajuan global, di mana Pancasila tidak hanya diartikan sebagai suatu pandangan kebangsaan. Tetapi juga sebagai landasan untuk merumuskan solusi terhadap tantangan dunia. Welthanccung berbasis etika Nusantara menyoroti pentingnya memadukan nilai-nilai lokal dengan tuntutan global, menjadikan Pancasila sebagai panduan bagi tindakan yang mendukung perbaikan dunia secara holistik. Welthanccung based on Nusantara ethics highlights the importance of combining local values with global demands, making Pancasila a guide for actions that support holistic improvement of the world.

Dalam relevansi ini, Bung Karno sangat menekankan pentingnya nilai-nilai etika Nusantara dalam konteks Pancasila. Ir. Soekarno senantiasa menekankan bahwa Pancasila adalah landasan ideologis bagi bangsa Indonesia, dan dalam Pancasila terdapat nilai-nilai yang juga tercermin dalam etika Nusantara. Ada kesesuaian antara nilai-nilai dalam Pancasila dengan nilai-nilai yang telah lama ada dalam budaya dan kehidupan masyarakat Nusantara.

Kemudian menjadi jelas di mana Bung Karno menggambarkan etika Nusantara sebagai fondasi moral yang mendasari sila-sila Pancasila. Konsep-konsep seperti keadilan sosial, persatuan, demokrasi yang dipahami sebagai kebersamaan, dan harkat martabat manusia merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam etika Nusantara. Dan ini sejalan dengan ajaran Pancasila. Maka untuk menggali dan memperkuat nilai-nilai etika Nusantara, adalah cara untuk memperkuat landasan moral bangsa Indonesia. Ini sejalan dengan upaya untuk membangun karakter dan identitas bangsa yang kuat dalam wadah negara yang demokratis.

Dengan mengintegrasikan konsep ini dalam Pancasila, dapat menciptakan kerangka kerja yang berkelanjutan, menghormati keberagaman budaya, dan merangsang perkembangan positif di tingkat nasional maupun internasional. Maka dalam konteks globalisasi, konsep ini menjadi semakin penting karena menawarkan pendekatan yang berakar dalam kearifan lokal, sambil tetap memperhitungkan dinamika global.

Dalam menghadapi tantangan globalisasi, pendekatan berbasis etika Nusantara menunjukkan kekhasan dengan mengambil kebijaksanaan dari nilai-nilai lokal dan tradisi budaya di wilayah Nusantara. Hal ini membantu masyarakat untuk menjaga identitas dan kearifan lokal mereka, sambil berpartisipasi dalam lingkup global.

Konsep berbasis etika Nusantara dalam konteks globalisasi, juga menekankan inklusivitas dan adaptabilitas. Ini menciptakan ruang untuk kolaborasi internasional, yang bermanfaat dan saling menghormati, dan menciptakan pondasi yang solid untuk perbaikan dunia. Agar ¬lebih harmonis dan berkelanjutan di tengah kompleksitas tantangan global saat ini.

Maka di sini Pancasila mengukuhkan nilai-nilai lokal dan universal, yang keberlanjutannya menciptakan landasan bagi upaya mencari keseimbangan antara modernitas dan tradisi. Ini dapat membantu Indonesia mengelola dampak globalisasi dengan mempertahankan nilai-nilai khasnya tanpa mengisolasi diri dari kemajuan dan inovasi global.

Dalam konteks globalisasi pula hal ini membawa tantangan beragam, keberlanjutannya pula Pancasila berfungsi sebagai perekat persatuan bagi masyarakat Indonesia. Dengan ini Indonesia dapat memainkan peran yang lebih kuat dalam skenario global, membangun citra positif, dan berkontribusi pada tatanan dunia yang lebih damai dan adil.

Hal ini tidak bersifat tendensius, karena tidak mungkin melupakan kekuatan inklusif Pancasila dan Etika Nusantara. Sebagai nilai-nilai kearifan lokal, etika ini mencakup keragaman dan mengakui nilai-nilai universal. Dengan mempromosikan dialog antarbudaya, keberagaman budaya dan agama, Pancasila dan Etika Nusantara dapat memberikan landasan yang inklusif dan menyeluruh untuk memperbaiki dunia.

Pandangan ini bukanlah upaya untuk mengesampingkan pandangan lain, tetapi untuk menciptakan kesinambungan nilai antara lokal dan global. Lebih jauh, mendorong demokrasi yang berlandaskan konstitusi yang dilaksanakan oleh penegak hukum yang bermoral, berkemanusiaan dan tidak ter-penetrasi oleh Kolosi korupsi maupun nepostisme,dan pembangunan berkelanjutan, kesejahteraan bersama, serta penguatan persatuan adalah tujuan yang saling mendukung dan mencerminkan semangat gotong royong, kerjasama global. Dengan menerapkan nilai-nilai ini secara konsisten, Indonesia dapat berperan sebagai agen positif dalam arena global, membuktikan bahwa nilai-nilai lokal dapat memiliki dampak global yang signifikan.

Dalam menghadapi kompleksitas tantangan global, terutama dalam konteks endemi, perubahan iklim, dan konflik nasional di bidang konstitusi dan hukum, serta keamanan nasional menjelang Pemilu 2024, maupun internasional, membangun dunia yang lebih baik bukanlah konsep yang tidak mungkin. Sebaliknya, Pancasila dan Etika, budaya Nusantara dapat menjadi panduan yang kuat, memberikan fondasi konstitusi maupun etika untuk memandu kebijaksanaan dan tindakan di tingkat nasional dan internasional.

Dengan demikian, dapat diargumentasikan bahwa memandang Pancasila memperbaiki dunia berbasis budaya dan Etika Nusantara bukanlah sekadar impian idealis. Sebaliknya, ini adalah panggilan untuk mengenali dan memanfaatkan karakter bangsa dan kearifan lokal sebagai kontribusi berharga bagi tatanan dunia yang lebih adil, berkelanjutan, dan harmonis. Dengan kerja keras, kolaborasi, dan komitmen global, konsep ini dapat menjadi kenyataan yang mewarnai dinamika dunia yang semakin terkoneksi ini.

(Prof. Dr. Ermaya Suradinata, SH, MH, MS, adalah mantan Dirjen Sosial dan Politik Kementerian Dalam Negeri RI, Rektor IPDN, dan mantan Gubernur Lemhannas RI.)

id_IDIndonesian