Mewaspadai Konstitusi Tak Bermoral dan Pemilu Antagonistik

Pemilu 2024 sudah memasuki babak kampanye. Dengan demikian penting pula untuk dipahami bahwa Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan partai politik, tetapi juga melibatkan peran aktif masyarakat sebagai pemilih. Edukasi politik yang mencakup pemahaman mendalam tentang proses pemilihan, hak dan kewajiban warga negara, serta dampak dari kampanye yang antagonistik dapat membantu menciptakan pemilih yang cerdas dan kritis.

Dengan begitu harus diperkuat pula mekanisme transparansi dalam pemerintahan Indonesia. Pemerintahan yang terbuka akan memberikan akses yang lebih baik kepada masyarakat terkait informasi kebijakan dan keputusan pemerintah. Masyarakat jadi dapat lebih aktif terlibat dalam proses memberikan masukan yang berharga untuk perbaikan demokrasi.

Sebab, Pemilu yang dipenuhi retorika negatif dapat mengaburkan isu-isu substansial, merugikan pemilih, dan merugikan kemajuan demokrasi. Dengan begitu mengurangi tingkat antagonisme dalam pemilihan memerlukan komitmen politik untuk kampanye positif, dukungan media massa yang seimbang, dan peningkatan kesadaran masyarakat.

Peran media massa dan pendidikan politik, menjadi krusial dalam membentuk persepsi publik dan memastikan partisipasi masyarakat. Dan masyarakat jadi dapat memahami dampak kampanye antagonistik, sehingga bisa berkontribusi pada iklim politik yang lebih sehat.

Maka reformasi konstitusional dan pemilu yang berfokus pada debat kebijakan, dan solusi konstruktif, dapat memperkuat demokrasi. Partisipasi masyarakat, dan tuntutan transparansi, dapat membentuk dasar demokrasi yang kuat. Masyarakat perlu berperan aktif dalam mendukung nilai-nilai demokratis, dan memastikan demokrasi berfungsi untuk kesejahteraan bersama.

Maka di sini tantangan konstitusi yang tidak bermoral dan pemilu antagonistik di Indonesia memerlukan perhatian semua pihak, partai politik, media massa, dan masyarakat. Melalui dialog terbuka, pendidikan politik, dan perubahan budaya politik, Indonesia dapat membangun demokrasi yang lebih kuat, inklusif, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat yang beragam.

Sebab, konstitusi yang tidak bermoral dapat menjadi sumber ketidakstabilan negara, oleh sebab itu dapat dicegah. Dikarenakan nilai-nilai etika dan moral masyarakat diutamakan. Pertimbangannya, bila kurang integrasi prinsip-prinsip moral dapat mengakibatkan penyalahgunaan kekuasaan, mengancam hak asasi manusia, dan merugikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan.

Dampak negatif konstitusi amoral juga meluas ke tatanan hukum, menurunkan kepercayaan masyarakat, menciptakan ketegangan sosial, dan menghambat pertumbuhan negara. Dengan demikian reformasi konstitusional yang didasarkan pada nilai-nilai etika dan moral, diperlukan untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat.

Mengingat hal itu, maka penting untuk membangun konstitusi yang mencerminkan nilai-nilai moral masyarakat Indonesia, tambahan lagi dinamika politik dan sosial terus berkembang. Maka konstitusi yang memadukan kearifan lokal, dengan prinsip-prinsip moral universal, dapat memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan diterima oleh seluruh elemen masyarakat.

Oleh karena itu, proses reformasi konstitusional harus melibatkan partisipasi aktif dari berbagai kelompok masyarakat. Termasuk perwakilan dari masyarakat adat, agama, dan kelompok minoritas, untuk memastikan representativitas dan akseptabilitas.

Dengan demikian pula Pemilu di Indonesia menjadi ajang penting untuk mengekspresikan kehendak rakyat. Bersamaan pula perlu dicatat, bahwa pemilihan yang diwarnai retorika negatif dan kampanye yang kurang substansial dapat merugikan proses demokratis. Dari itu masyarakat perlu didorong untuk menghargai pentingnya debat kebijakan dan mengimplementasikan solusi konstruktif, sehingga dalam menentukan pilihan politik mereka menjadi relevan.

Partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik tidak hanya terbatas pada pemilu, tetapi juga mencakup keterlibatan dalam pembuatan kebijakan dan pengawasan pemerintahan. Masyarakat perlu diberdayakan untuk memiliki peran yang lebih proaktif dalam menyuarakan aspirasi mereka, baik melalui mekanisme partisipatif yang ada maupun melalui dialog langsung dengan perwakilan mereka di tingkat lokal maupun nasional.

Pendidikan politik menjadi kunci dalam membentuk masyarakat yang kritis dan partisipatif. Program pendidikan politik yang terintegrasi dalam kurikulum sekolah dan program informasi masyarakat dapat membantu meningkatkan literasi politik dan kesadaran akan pentingnya pemahaman yang mendalam terhadap isu-isu politik yang relevan. Dengan demikian, masyarakat dapat lebih efektif berpartisipasi dalam proses demokratis.

Dalam konteks Indonesia yang kaya akan pluralitas budaya, perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak warga negara, termasuk kebebasan berekspresi dan berorganisasi, harus dijaga dengan cermat. Pemerintah dan masyarakat bersama-sama perlu bekerja untuk menciptakan iklim politik yang inklusif, di mana setiap suara didengar dan dihormati tanpa adanya diskriminasi.

Dengan memandang tantangan ini sebagai panggilan bersama, maka Indonesia dapat melangkah menuju demokrasi yang lebih matang dan berkelanjutan. Upaya kolaboratif antara pemerintah, partai politik, media massa, dan masyarakat dapat membentuk fondasi yang lebih solid untuk sistem politik yang responsif, adil, dan menjawab kebutuhan masyarakat dengan lebih baik.

Perkembangan demokrasi di Indonesia juga harus senantiasa mengakomodasi dinamika teknologi informasi yang cepat. Pemanfaatan media sosial sebagai saluran komunikasi politik masyarakat menunjukkan kebutuhan untuk regulasi yang cerdas guna mencegah penyebaran informasi palsu dan retorika yang dapat memecah belah masyarakat.

Oleh karena itu, perlu ada langkah-langkah konkret dalam melibatkan pihak berwenang, platform media sosial, dan masyarakat untuk memastikan transparansi dan akurasi informasi selama periode pemilihan. Mak pentingnya membangun kapasitas lembaga-lembaga pengawas pemilihan, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilus (Bawaslu) – tidak tidak boleh diabaikan. Peningkatan kualitas dan independensi lembaga-lembaga ini akan memberikan keyakinan kepada masyarakat terkait integritas dan keadilan pemilihan. Masyarakat perlu didorong untuk lebih aktif dalam memantau dan melaporkan pelanggaran pemilu, sehingga dapat diambil tindakan yang cepat dan efektif.

(Prof. DR. Drs. Ermaya Suradinata, SH, MH, MSI, adalah mantan Dirjen Sospol Depdagri RI, Rektor IPDN, Gubernur Lemhannas RI, dan saat ini Dewan Pakar Bidang Geopolitik dan Geostrategi BPIP RI.)

id_IDIndonesian