Serangan Ransomware LockBit Guncang
Geopolitik Indonesia

Serangan Alert

Oleh: Prof. Dr. Drs. Ermaya Suradinata, S.H., M.H., M.Si.

Editor: Dhania Puspa Purbasari

Hari-hari belakangan ada kabar mengguncang bangsa ini, di mana terjadi serangan ransomware terhadap Pusat Data Nasional di Indonesia. Serangan ini dilancarkan oleh kelompok peretas LockBit bukan hanya ini menyangkut isu teknis dan keamanan siber semata, tetapi juga memiliki implikasi signifikan terhadap geopolitik dan geostrategi Indonesia. LockBit, yang dikenal sebagai salah satu geng ransomware paling canggih di dunia, menggunakan model Ransomware as a Service (RaaS), di mana perangkat lunak ransomware disediakan kepada afiliasi yang melakukan serangan. Dalam kasus ini, varian BrainChipper yang digunakan menunjukkan kemampuan enkripsi yang sangat kuat, membuat data tidak dapat diakses tanpa kunci dekripsi yang dimiliki oleh peretas.

Insiden ini tidak hanya berdampak pada keamanan data, tetapi juga pada stabilitas nasional dan posisi strategis Indonesia di kancah internasional. Tambahan pula modus serangan ransomware dengan upaya phishing atau eksploitasi kerentanan dalam sistem keamanan yang ada. Setelah mendapatkan akses, peretas menginstal ransomware yang mengenkripsi data penting. Serangan terhadap Pusat Data Nasional yang melibatkan 282 data kementerian/lembaga pemerintah (KL) memiliki dampak yang luas.

Gangguan layanan publik akibat kehilangan akses terhadap data penting dapat menghambat fungsi pemerintah dan menurunkan efisiensi birokrasi. Tambahan pula bangsa ini terbelalak bahwa permintaan tebusan sebesar US$ 8 juta (Rp 131 miliar) mencerminkan potensi kerugian ekonomi yang besar jika tebusan tersebut dibayar. Lebih dari itu, serangan ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah dalam melindungi data sensitif, yang merupakan salah satu pilar utama kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara.

Dari perspektif geopolitik dan geostrategi, serangan terhadap Pusat Data Nasional dapat dianggap sebagai ancaman serius terhadap stabilitas dan keamanan nasional Indonesia. Pusat Data Nasional merupakan pusat penting yang menyimpan informasi strategis mengenai kebijakan, operasi, dan strategi nasional. Data yang disimpan di Pusat Data Nasional mencakup segala hal mulai dari keputusan politik hingga rencana militer, menjadikannya target utama bagi pihak yang ingin mengganggu keamanan negara.

Ketika Pusat Data Nasional terancam, risiko terhadap keamanan nasional Indonesia meningkat secara signifikan. Informasi yang bisa didapatkan dari serangan terhadap Pusat Data Nasional dapat digunakan untuk merusak operasional pemerintah, mempengaruhi kebijakan publik, atau bahkan mengganggu stabilitas sosial. Ancaman semacam ini tidak hanya bersifat lokal, tetapi juga memiliki implikasi global, karena informasi yang bocor bisa dimanfaatkan untuk kepentingan strategis di tingkat internasional.

Serangan terhadap Pusat Data Nasional dapat dimanfaatkan oleh negara atau entitas asing untuk menguji dan mengekspos kerentanan dalam sistem keamanan Indonesia. Pihak asing dapat menggunakan serangan siber ini sebagai peluang untuk menilai respons pemerintah Indonesia terhadap ancaman cyber, serta untuk mengumpulkan intelijen terkait dengan kemampuan pertahanan siber negara.

Dampak dari serangan terhadap Pusat Data Nasional tidak hanya terbatas pada aspek keamanan nasional, tetapi juga berpotensi mempengaruhi posisi tawar Indonesia dalam konteks geopolitik. Respons pemerintah terhadap serangan siber akan menjadi sorotan internasional dan dapat memengaruhi hubungan bilateral dan multilateral Indonesia dengan negara lain. Kehandalan sistem keamanan cyber juga menjadi faktor penting dalam menentukan kepercayaan internasional terhadap Indonesia dalam menjalankan peran di kawasan dan global.

Indonesia, dengan letaknya yang strategis di jalur perdagangan internasional dan perannya yang penting dalam stabilitas Asia Tenggara, menghadapi tantangan yang signifikan terkait keamanan siber. Serangan terhadap infrastruktur digital negara dapat merusak tidak hanya keamanan nasional, tetapi juga stabilitas regional secara keseluruhan. Negara-negara di Asia Tenggara saling terkait melalui jaringan digital yang semakin penting, sehingga ancaman terhadap satu negara dapat dengan cepat menyebar ke negara lain, mengancam kerjasama regional yang rapat.

Geostrategi Indonesia yang mencakup peran penting dalam ekonomi global dan diplomasi regional membuatnya menjadi sasaran yang menarik bagi pihak yang ingin mengganggu stabilitas kawasan. Serangan terhadap infrastruktur digital, termasuk Pusat Data Nasional, tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi dan operasional, tetapi juga dapat digunakan sebagai alat untuk mempengaruhi dinamika politik dan keamanan di Asia Tenggara.

Oleh karena itu, pertahanan siber bukan hanya masalah nasional tetapi juga menjadi prioritas dalam kerangka keamanan regional yang lebih luas. Dalam konteks kerjasama internasional, serangan terhadap infrastruktur digital Indonesia memiliki implikasi yang jauh lebih luas. Kerentanan terhadap serangan siber dapat mengurangi kepercayaan antarnegara dan menghambat upaya bersama untuk mengatasi ancaman keamanan cyber secara global.

Upaya kolaboratif dalam pertukaran intelijen cyber dan pengembangan teknologi keamanan cyber menjadi semakin penting untuk melindungi infrastruktur kritis dan memperkuat ketahanan siber regional. Pemerintah Indonesia juga harus mengadopsi strategi yang komprehensif dalam menghadapi ancaman keamanan siber yang semakin kompleks ini.

Hal ini termasuk memperkuat kerangka regulasi yang efektif, meningkatkan kapasitas pertahanan siber, serta membangun kesadaran dan keterampilan dalam masyarakat untuk menghadapi serangan cyber. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya melindungi kepentingan nasional tetapi juga berperan aktif dalam menjaga stabilitas regional dan kerjasama internasional dalam bidang keamanan siber.

Berdasarkan analisis terhadap serangan terhadap infrastruktur digital Indonesia dari perspektif geostrategi dan implikasinya terhadap keamanan regional serta kerjasama internasional dalam keamanan siber, dapat disimpulkan bahwa tantangan ini memerlukan respons yang komprehensif dan terkoordinasi.

Indonesia, sebagai negara dengan peran penting dalam geopolitik regional dan global, harus meningkatkan kapasitas dalam pertahanan siber, memperkuat kerangka regulasi yang efektif, dan menggalakkan kerjasama internasional dalam menghadapi ancaman serangan cyber yang semakin kompleks. Bersamaan pula kesadaran akan pentingnya keamanan cyber perlu ditingkatkan di semua lini, termasuk dalam masyarakat sipil, sektor bisnis, dan pemerintahan.

Edukasi mengenai praktik keamanan digital serta investasi dalam teknologi keamanan cyber menjadi krusial dalam membangun ketahanan siber yang kokoh. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya dapat melindungi kepentingan nasional dan regional, tetapi juga memainkan peran yang proaktif dalam menjaga stabilitas dan keamanan dalam konteks geopolitik yang semakin terhubung secara digital.

Prof. Dr. Drs. Ermaya Suradinata, S.H., M.H., M.Si. adalah Gubernur Lemhannas RI (2001-2005) dan Direktur Jenderal Sosial Politik Depdagri RI (1998-2000). Kini menjabat Ketua Dewan Pembina Center for Geopolitics & Geostrategy Studies Indonesia (CGSI), Ketua TIM Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) RI.

id_IDIndonesian