NATO in Indonesia's Geopolitical Interest

By: Prof. Dr. Drs. Ermaya Suradinata, S.H., M.H., M.S.

Editor: Dhania Puspa Purbasari

Pada 11 Juli 2024, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menutup Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-75 NATO di Washington D.C, Amerika Serikat.

Konferensi ini merupakan momen penting yang menandai peringatan 75 tahun berdirinya NATO, organisasi yang telah menjadi pilar utama keamanan transatlantik sejak Perang Dunia II.

Selama tujuh dekade, NATO (North Atlantic Treaty Organization) menjadi Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau organisasi aliansi militer antarbanyak negara, yang berperan dalam menjaga stabilitas di Eropa dan Amerika Utara –juga merespons berbagai ancaman, serta beradaptasi dengan dinamika geopolitik yang terus berubah.

Hal ini tidak hanya menggarisbawahi perjalanan panjang NATO, tetapi juga menegaskan kembali komitmen para anggotanya untuk terus bersatu menghadapi tantangan keamanan global yang semakin kompleks.

Bagi Indonesia, sebagai negara non-anggota NATO, perkembangan ini tetap penting dalam konteks geopolitik global dan implikasinya terhadap keamanan kawasan Indo-Pasifik.

Selain melibatkan negara-negara anggota NATO, Konferensi tersebut juga dihadiri negara-negara mitra dari kawasan Indo-Pasifik seperti Australia, Jepang, Selandia Baru, Republik Korea, serta Uni Eropa.

Kehadiran negara-negara ini mencerminkan pentingnya kolaborasi global dalam mengatasi isu-isu keamanan yang bersifat lintas batas.

Dalam konteks geopolitik dan geostrategi Indonesia, kehadiran mitra Indo-Pasifik di KTT NATO memperlihatkan meningkatnya perhatian terhadap kawasan yang menjadi pusat gravitasi ekonomi dan politik dunia.

Indonesia, as the largest country in ASEAN and a key player in the Indo-Pacific region, needs to monitor these developments closely to ensure national interests and regional stability are maintained.

Peran dan posisi Indonesia

Indonesia, sebagai negara terbesar di Asia Tenggara dan anggota aktif ASEAN, memiliki peran strategis dalam geopolitik regional.

Letak geografisnya yang berada di jalur perdagangan internasional, serta keanggotaannya dalam berbagai organisasi internasional, menjadikan Indonesia sebagai pemain kunci di kawasan Asia-Pasifik.

Stabilitas dan keamanan kawasan ini sangat bergantung pada peran aktif Indonesia dalam menjaga keseimbangan kekuatan, dan menjalin kerja sama dengan negara-negara lain.

Walau Indonesia bukan anggota NATO, namun perkembangan kerja sama antara NATO dan mitra Indo-Pasifik memiliki implikasi penting bagi kebijakan luar negeri dan keamanan Indonesia.

Kolaborasi ini menunjukkan peningkatan perhatian terhadap kawasan Indo-Pasifik, yang semakin dianggap sebagai pusat gravitasi geopolitik global.

NATO, dengan memperkuat hubungan dengan negara-negara seperti Australia, Jepang, Selandia Baru, dan Republik Korea, mencerminkan upaya menghadapi tantangan keamanan yang lebih luas dan beragam.

Indonesia mempertimbangkan bagaimana kemitraan ini dapat memengaruhi keseimbangan kekuatan di kawasan. Keberadaan NATO dan mitra-mitranya di Indo-Pasifik bisa menjadi faktor penyeimbang terhadap pengaruh kekuatan besar lainnya, seperti Tiongkok.

Dalam konteks ini, Indonesia menilai bagaimana dinamika baru ini dapat berdampak pada hubungan diplomatik dan ekonomi regional, serta bagaimana Indonesia dapat memosisikan dirinya secara strategis untuk mempertahankan kepentingan nasionalnya.

Indonesia juga berpikir tentang bagaimana dapat beradaptasi untuk mempertahankan kepentingan nasionalnya.

Ini mencakup penguatan kapabilitas militer, peningkatan kerja sama keamanan dengan negara-negara tetangga, serta partisipasi aktif dalam forum-forum internasional.

Dengan cara ini, Indonesia dapat memastikan kepentingan nasionalnya tetap terjaga di tengah perubahan geopolitik.

Peluang diplomatik

Peringatan 75 tahun NATO merupakan momen penting dalam sejarah diplomasi global. Hal ini memunculkan refleksi mendalam terhadap janji-janji diplomatik yang terlupakan setelah berakhirnya Perang Dingin.

Janji-janji ini, yang awalnya dirancang untuk mendukung perdamaian dan stabilitas di Eropa pasca-perang, sayangnya telah menjadi sumber ketegangan yang berujung pada konflik, termasuk konflik di Ukraina.

Bagi Indonesia, yang mengusung prinsip politik luar negeri bebas aktif, momen ini menyoroti pentingnya diplomasi yang konsisten dan terpercaya. Hal ini untuk membangun perdamaian jangka panjang, serta mencegah eskalasi konflik yang merugikan banyak pihak.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memainkan peran sentral dalam dinamika geopolitik global meskipun bukan anggota NATO.

Kebijakan luar negeri Indonesia yang berfokus pada prinsip bebas aktif, telah membawa negara ini menjadi mediator dan penengah dalam berbagai konflik regional dan internasional.

Dalam konteks ini, Indonesia dapat mengambil pelajaran bahwa konsistensi dalam menjaga komitmen diplomasi adalah kunci untuk memelihara stabilitas regional dan global.

Maka bersamaan pula bahwa peringatan ini menekankan pentingnya kerja sama internasional dalam menjaga perdamaian global.

Dalam menghadapi dinamika geopolitik yang terus berubah, Indonesia harus mempertahankan posisinya sebagai negara yang netral, namun aktif dalam diplomasi global.

Dengan menerapkan prinsip bebas aktif, Indonesia dapat terlibat dalam upaya pemeliharaan perdamaian dan penyelesaian konflik internasional. Diplomasi yang konsisten, terpercaya, dan berorientasi pada dialog menjadi instrumen utama dalam menjaga stabilitas regional dan global.

Indonesia dapat menarik inspirasi dari peran NATO dalam membangun kerja sama regional yang erat dalam menghadapi tantangan keamanan bersama.

Dengan terlibat aktif dalam forum-forum multilateral dan meningkatkan kapasitas nasional dalam berbagai bidang, Indonesia dapat memberikan kontribusi signifikan dalam menjaga keamanan global. Ini menjadi refleksi yang memunculkan peluang diplomatik.

Maka Indonesia dengan posisi strategisnya di kawasan Asia-Pasifik, tetap punya kemandirian menghadapi tantangan yang semakin kompleks dalam geopolitik global.

Peringatan 75 tahun NATO secara khusus menyoroti pentingnya kerja sama internasional dalam menjaga keamanan dan stabilitas, menjadi inspirasi kepentingan geopolitik dan geostrategi Indonesia, terutama dalam menghadapi ancaman pertahanan siber dan disinformasi.

Kerja sama antara NATO dengan mitra-mitra Indo-Pasifik menjadi model bagi Indonesia untuk memperkuat kapasitasnya dalam mengantisipasi dan menanggapi ancaman cyber yang dapat mengancam keamanan nasional serta stabilitas politik.

Dalam konteks dinamika keseimbangan kekuatan regional, penguatan hubungan antara NATO dengan negara-negara Indo-Pasifik seperti Australia, Jepang, dan Korea Selatan memiliki implikasi yang signifikan bagi Indonesia.

Indonesia harus memantau dengan cermat perkembangan ini untuk menjaga keseimbangan kekuatan di kawasan.

Dengan mengintensifkan dialog dan kerja sama regional, Indonesia dapat memastikan bahwa kepentingan nasionalnya terjaga sekaligus berkontribusi pada stabilitas yang lebih luas di Asia-Pasifik.

Refleksi terhadap janji-janji diplomatik yang tidak terpenuhi pasca-Perang Dingin oleh NATO, bagi Indonesia jadi menegaskan pentingnya diplomasi yang konsisten dan kredibel dalam menangani konflik internasional.

Sebagai pendukung prinsip politik luar negeri bebas aktif, Indonesia tetap berpegang pada prinsip-prinsip ini dalam menjalankan diplomasi globalnya.

Dengan mengedepankan dialog dan kerja sama internasional, Indonesia dapat menghindari eskalasi konflik serta membangun fondasi perdamaian dan stabilitas yang kokoh di kawasan Asia-Pasifik.

Sekaligus pula Indonesia memiliki kesempatan untuk memanfaatkan pembelajaran dari pengalaman NATO membangun kerja sama regional yang erat.

Melalui partisipasi aktif dalam forum-forum internasional dan peningkatan kapasitas domestik, Indonesia dapat berperan sebagai pemain utama dalam menjaga keamanan global serta memperjuangkan kepentingan nasionalnya secara efektif.

Dengan demikian, Indonesia tidak hanya memperkuat kedudukannya dalam geopolitik regional, tetapi juga memberikan kontribusi berarti dalam menciptakan dunia yang lebih aman dan stabil bagi seluruh umat manusia.

Maka di sini teranglah bahwa Konferensi Tingkat tinggi ke-75 NATO dan kerja sama dengan mitra Indo-Pasifik menandai babak baru dalam upaya menghadapi tantangan keamanan global.

Bagi Indonesia, penting untuk mengamati dan merespons perkembangan ini dengan bijak, menjaga keseimbangan kekuatan di kawasan, dan memperkuat diplomasi yang efektif untuk memastikan keamanan dan stabilitas nasional.

Prof. Dr. Drs. Ermaya Suradinata, S.H., M.H., M.Si. adalah Gubernur Lemhannas RI (2001-2005) dan Direktur Jenderal Sosial Politik Depdagri RI (1998-2000). Kini menjabat Ketua Dewan Pembina Center for Geopolitics & Geostrategy Studies Indonesia (CGSI), Ketua TIM Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) RI.

id_IDIndonesian