Indonesia di Tengah Ancaman Perang Dunia III dalam Geopolitik Global

By: Prof. Dr. Drs. Ermaya Suradinata, S.H., M.H., M.S.

Editor: Dhania Puspa

TNI PERINGATAN Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto mengenai potensi pecahnya Perang Dunia Ketiga dalam geopolitik global bukanlah pernyataan berlebihan, tetapi refleksi dari realitas yang dihadapi dunia saat ini.

Sebagai Menteri Pertahanan sekaligus Presiden Terpilih Indonesia 2024-2029, Prabowo pada 25 September 2024, dalam sesi dengar pendapat dengan DPR RI, mengingatkan bahwa dunia tengah berada dalam situasi sangat rapuh, dengan ketegangan antara kekuatan besar seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok yang terus meningkat.

Dalam konteks demikian, peran Indonesia sebagai negara dengan kebijakan nonblok dan lokasi strategis di kawasan Indo-Pasifik memiliki signifikansi tersendiri.

Indonesia berada di tengah-tengah dinamika geopolitik yang semakin kompleks, khususnya di kawasan Indo-Pasifik yang menjadi arena persaingan utama antara Amerika Serikat dan Tiongkok.

Ketegangan di Laut Cina Selatan, yang melibatkan klaim teritorial dari berbagai negara, serta kehadiran militer Amerika Serikat di kawasan ini, telah menciptakan potensi konfrontasi yang dapat memicu konflik lebih luas.

Dalam konteks tersebut, Indonesia harus tetap berpegang pada kebijakan luar negeri yang bebas dan aktif untuk menjaga stabilitas kawasan dan melindungi kepentingan nasional.

Prinsip nonblok yang dianut Indonesia sejak era Presiden Soekarno terus menjadi landasan penting dalam menghadapi dinamika geopolitik global.

Peringatan Prabowo mengenai Perang Dunia Ketiga menggambarkan bagaimana Indonesia harus tetap waspada terhadap perubahan geopolitik, sambil berupaya menjaga netralitas dalam konflik global yang melibatkan kekuatan besar.

Bersamaan pula pentingnya kesiapsiagaan Indonesia dalam menghadapi ancaman eksternal terejawantahkan.

Dalam geopolitik global yang semakin tidak stabil, kekuatan militer dan pertahanan yang tangguh menjadi kunci untuk menjaga kedaulatan negara.

Oleh karena itu, modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan peningkatan kapasitas pertahanan menjadi prioritas penting dalam menjaga keamanan nasional.

Dengan ketegangan global yang meningkat, termasuk kemungkinan pecahnya Perang Dunia Ketiga, Indonesia harus siap menghadapi segala kemungkinan, baik dari segi diplomasi maupun pertahanan.

Ancaman Perang Dunia III

Konflik Rusia-Ukraina dan potensi eskalasi di Asia Timur antara Amerika Serikat dan Tiongkok menunjukkan bahwa dunia saat ini berada di tepi jurang bencana yang lebih besar.

Ketegangan geopolitik ini tidak hanya mengancam stabilitas kawasan, tetapi juga membawa risiko global yang lebih luas, termasuk kemungkinan penggunaan senjata nuklir.

Dalam menghadapi ancaman global ini, Indonesia harus tetap mengedepankan pendekatan berbasis perdamaian dan kerja sama multilateral.

Melalui ASEAN dan forum-forum internasional lainnya, Indonesia dapat terus berperan sebagai penggerak utama stabilitas kawasan dan global.

Dengan adanya potensi Perang Dunia III, maka ini harus menjadi panggilan bagi Indonesia dan negara-negara lain untuk lebih serius dalam menjaga perdamaian dunia. Serta menghindari provokasi, dan mendorong dialog konstruktif di antara kekuatan besar.

Di tengah ketidakpastian geopolitik global, peran Indonesia sebagai jangkar stabilitas di kawasan Indo-Pasifik menjadi semakin penting.

Dari itu potensi pecahnya Perang Dunia III diperparah oleh kemungkinan penggunaan senjata nuklir. Para pakar pertahanan global telah lama memperingatkan bahwa dalam konflik berskala besar, negara-negara yang memiliki senjata nuklir mungkin tergoda untuk menggunakannya sebagai upaya terakhir dalam mempertahankan kepentingan nasional mereka.

Senjata nuklir, dengan daya destruktif yang luar biasa, akan menghancurkan tidak hanya negara-negara yang terlibat langsung. Namun juga akan menimbulkan dampak global yang merusak lingkungan, ekonomi, dan stabilitas politik internasional.

Prabowo mengingatkan bahwa perang seperti ini tidak akan membedakan antara negara yang terlibat langsung dan yang tidak, karena efeknya akan meluas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Sebagai negara yang memiliki posisi strategis di kawasan Indo-Pasifik, Indonesia tidak akan luput dari dampak perang global, meskipun tidak terlibat secara langsung.

Letak geografis Indonesia yang berada di jalur perdagangan internasional serta kedekatan dengan negara-negara besar menjadikannya rentan terhadap dampak ekonomi, politik, dan keamanan dari konflik global.

Perang dunia yang melibatkan kekuatan nuklir akan mengganggu stabilitas kawasan. Dan mengancam kepentingan nasional Indonesia dalam berbagai aspek, termasuk keamanan maritim dan kestabilan ekonomi.

Dampak Keterlibatan Kekuatan Global

Tambahan pula konflik Israel-Palestina telah lama menjadi salah satu isu yang memicu ketidakstabilan global, terutama karena keterlibatan kekuatan besar seperti Amerika Serikat yang memberikan dukungan politik dan militer kepada Israel.

Alih-alih mempercepat perdamaian, dukungan ini justru memperpanjang konflik, menciptakan ketegangan yang sulit untuk dihentikan.

Keterlibatan eksternal ini bukan hanya memperburuk situasi di kawasan Timur Tengah, tetapi juga meningkatkan risiko terjadinya eskalasi lebih luas, memengaruhi negara-negara di luar wilayah tersebut.

Namun, ketika berbicara tentang konflik yang berpotensi memicu ketidakstabilan global, perang Rusia-Ukraina harus ditempatkan di garis depan.

Konflik ini tidak hanya berdampak pada Eropa, tetapi juga menimbulkan ancaman perang nuklir yang dapat menyulut Perang Dunia III.

Ketika Rusia terlibat dalam perang ini dan semakin banyak negara Barat yang mendukung Ukraina, risiko eskalasi nuklir menjadi semakin nyata.

Amerika Serikat, NATO, dan sekutu-sekutunya, dengan memberi dukungan militer dan bantuan ekonomi kepada Ukraina, menghadapi potensi konfrontasi langsung dengan Rusia.

Karuan saja hal Ini adalah ancaman sangat serius bagi stabilitas global, lebih dari sekadar pertempuran konvensional.

Maka perang di Timur Tengah dan di Ukraina memperlihatkan pola serupa: keterlibatan kekuatan global dalam konflik lokal memperbesar skala dan dampaknya.

Tidak hanya itu, kekuatan besar lainnya, seperti Cina, juga semakin menunjukkan ketegangan di kawasan Indo-Pasifik, terutama di Laut Cina Selatan.

Ketegangan di wilayah ini, jika tidak dikelola dengan baik, dapat memicu bentrokan militer antara negara-negara besar, yang lagi-lagi bisa berujung pada eskalasi nuklir.

Implikasi dari konflik-konflik ini semakin terlihat jelas. Dunia saat ini berada di ambang bencana lebih besar ketika kekuatan-kekuatan besar terus mempergunakan perang sebagai alat diplomasi.

Situasi ini diperburuk lagi oleh rivalitas yang mendalam antara Amerika Serikat, Rusia, dan China yang berpotensi memicu konflik multi-front, dengan Israel-Palestina dan Rusia-Ukraina sebagai dua contoh utama.

Oleh karena itu, penting bagi komunitas internasional untuk mengambil langkah-langkah preventif guna menghindari eskalasi yang lebih luas. Meningkatkan diplomasi damai dan menolak pendekatan militer sebagai solusi, harus menjadi prioritas utama.

Jika tidak, maka risiko pecahnya Perang Dunia III semakin besar, terutama ketika ancaman senjata nuklir menjadi semakin mungkin dalam skenario konflik global saat ini.

Ketidakstabilan ini menunjukkan bahwa kekuatan militer bukanlah solusi jangka panjang yang berkelanjutan, tetapi justru memperburuk keadaan dan menciptakan peluang bagi bencana lebih besar di masa depan.

Pentingnya sikap Nonblok Indonesia

Sebagai negara dengan tradisi politik nonblok, Indonesia telah lama menempati posisi netral dalam percaturan geopolitik global.

Sejak era Presiden Soekarno, Indonesia konsisten menjaga hubungan baik dengan berbagai blok kekuatan, tanpa memihak secara eksplisit.

Prabowo, sebagai penerus tradisi ini, menegaskan bahwa Indonesia harus tetap pada jalur ini, tidak terlibat dalam aliansi militer atau politik yang dapat mengancam kedaulatan dan stabilitas nasional.

Di tengah dunia yang semakin multipolar, posisi nonblok Indonesia menjadi kunci dalam menjaga kestabilan domestik dan memaksimalkan peran diplomatik di arena internasional.

Pentingnya mempertahankan sikap nonblok Indonesia dalam menghadapi ancaman global yang semakin meningkat menjadi urgen.

Dalam pandangan Prabowo, sikap nonblok bukan hanya sekadar tradisi diplomasi, tetapi merupakan fondasi kebijakan luar negeri yang vital bagi kemandirian Indonesia dalam mengambil keputusan strategis.

Kebijakan ini telah diwariskan sejak era Presiden Soekarno dan telah memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas nasional, bahkan di tengah ketegangan geopolitik global.

Dengan tidak terlibat dalam aliansi militer atau blok kekuatan manapun, Indonesia memiliki kebebasan untuk menjalankan politik luar negeri yang independen dan tidak terikat oleh kepentingan negara lain.

Sikap nonblok memberikan Indonesia fleksibilitas dalam menjaga keamanan dan stabilitas nasional. Dengan tidak berpihak kepada blok manapun, baik dalam hal militer maupun politik, Indonesia dapat menjaga hubungan yang seimbang dengan semua kekuatan besar di dunia.

Dalam konteks geopolitik global yang semakin kompleks, di mana rivalitas antara kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan Tiongkok semakin tajam, posisi nonblok memungkinkan Indonesia untuk memainkan peran sebagai penengah yang netral.

Keputusan untuk mempertahankan sikap nonblok juga sejalan dengan upaya menjaga keamanan nasional di tengah ketidakpastian global.

Ancaman konflik besar, seperti yang diperingatkan oleh banyak pakar geopolitik, bisa menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi negara-negara di seluruh dunia.

Indonesia, sebagai negara yang berada di kawasan strategis Indo-Pasifik, memiliki kepentingan besar dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan ini.

Dengan sikap nonblok, Indonesia tidak perlu terlibat dalam konflik yang dipicu oleh aliansi militer, tetapi tetap bisa memainkan peran diplomatik untuk meredakan ketegangan dan mempromosikan penyelesaian konflik secara damai.

Indonesia berkomitmen terhadap perdamaian global. Jadi sikap nonblok memberikan landasan bagi Indonesia untuk berperan aktif dalam forum-forum internasional seperti ASEAN dan PBB, di mana Indonesia dapat menyuarakan kepentingan perdamaian dan stabilitas regional maupun global.

Prof. Dr. Drs. Ermaya Suradinata, S.H., M.H., M.S. adalah Mantan Direktur Jenderal, Sosial Politik Kementerian Dalam Negeri RI dan Gubernur Lemhannas RI (2001-2005).

id_IDIndonesian