Mewaspadai Dampak Geopolitik Rencana Perubahan Matra Di TNI

Rencana perubahan dalam struktur Tentara Nasional Indonesia (TNI), khususnya dengan penambahan matra siber, harus berlandaskan hukum yang kuat agar dapat diimplementasikan dengan efektif dan sah secara konstitusional.

Pasal 30 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa TNI terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara yang bertugas mempertahankan kedaulatan negara.

Ketentuan ini secara eksplisit tidak menyebutkan keberadaan matra siber.

Perkembangan teknologi dan ancaman siber yang semakin kompleks telah menuntut negara untuk memodernisasi struktur pertahanannya.

Maka setiap perubahan signifikan dalam sistem pertahanan nasional, terutama yang melibatkan pembentukan matra baru seperti matra siber, harus berdasarkan kerangka hukum yang kokoh.

Tanpa dasar hukum yang memadai, penambahan matra siber dalam tubuh TNI berpotensi menimbulkan tantangan legal.

Mengingat pula bahwa UUD 1945 hanya mengakui tiga matra militer, dari itu pembentukan matra siber harus melalui proses revisi atau penyesuaian dalam undang-undang terkait, seperti Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, agar selaras dengan konstitusi.

Oleh karenanya ketidakjelasan hukum juga dapat mengakibatkan tantangan politis yang menghambat pelaksanaan rencana ini.

Tanpa kerangka hukum yang jelas, pembentukan matra siber bisa dipandang sebagai tindakan yang melanggar prinsip-prinsip dasar negara hukum.

Berbagai pihak di ranah politik dan masyarakat sipil mungkin mempertanyakan legitimasi dari keputusan ini, yang pada akhirnya dapat menimbulkan kontroversi.

Untuk menghindari situasi tersebut, harus ada dialog nasional yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, parlemen, dan pakar hukum, guna membahas bagaimana matra siber bisa diakomodasi dalam sistem hukum yang ada.

Tanpa kerangka hukum yang kokoh, rencana ini berpotensi menghadapi berbagai hambatan yang dapat menghalangi upaya Indonesia untuk memperkuat kemampuan pertahanannya di era digital.

Dalam dunia yang semakin dipengaruhi oleh ancaman siber, langkah untuk mengintegrasikan matra siber dalam TNI merupakan keharusan, tetapi harus diikuti dengan reformasi hukum yang tepat agar dapat berjalan secara sah dan efektif.

Di sisi yang bersamaan perubahan matra di TNI juga memiliki dampak strategis yang mendalam dalam konteks geopolitik.

Langkah ini tidak hanya menjadi upaya untuk memperkuat pertahanan nasional, tetapi juga meningkatkan posisi Indonesia dalam percaturan internasional, khususnya di kawasan Asia-Pasifik.

Dalam menghadapi tantangan dan persaingan kekuatan besar, Indonesia harus mengembangkan strategi pertahanan yang lebih adaptif dan fleksibel.

Penambahan matra baru, khususnya matra siber, merupakan respons penting terhadap perkembangan dinamika keamanan global yang semakin kompleks dan bergantung pada teknologi.

Tambahan pula di mana kawasan Asia-Pasifik dikenal sebagai wilayah yang dipenuhi oleh persaingan geopolitik antara kekuatan besar seperti Amerika Serikat, China, dan Rusia. China, and Russia.

Dari itulah Indonesia, sebagai negara dengan posisi geografis strategis dan kekuatan ekonomi terbesar di ASEAN, harus meningkatkan kemampuan militernya untuk menyesuaikan diri dengan perubahan ini.

Matra siber memungkinkan Indonesia memiliki kemampuan pertahanan yang lebih fleksibel, dengan tidak hanya fokus pada pertahanan fisik, tetapi juga pada ancaman siber yang ¬semakin sering terjadi di era digital.

Dengan demikian, Indonesia dapat memposisikan dirinya sebagai negara yang tidak hanya berdaya secara militer, tetapi juga berkemampuan menghadapi ancaman modern yang melibatkan teknologi tinggi.

Maka keberadaan matra siber di TNI akan memberikan Indonesia kemampuan lebih besar dalam menghadapi tantangan global.

Pertahanan siber yang kuat tidak hanya menjaga kedaulatan nasional dari serangan digital, tetapi juga meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam kerjasama keamanan dengan negara-negara lain.

Di dunia internasional, kemampuan siber yang mumpuni merupakan salah satu elemen penting dalam kerjasama strategis, baik dalam lingkup regional maupun global.

Dengan penambahan matra siber, Indonesia dapat berpartisipasi lebih aktif dalam forum-forum internasional yang membahas isu-isu terkait keamanan siber, serta membentuk aliansi yang lebih erat dalam upaya menjaga stabilitas kawasan.

Di tingkat regional, Indonesia akan memiliki peran yang lebih penting dalam menjaga stabilitas keamanan Asia-Pasifik.

Ancaman siber kini menjadi bagian tak terpisahkan dari dinamika keamanan modern, dan negara-negara di kawasan ini menghadapi risiko yang semakin besar dari serangan siber yang dapat melumpuhkan infrastruktur vital.

Dengan matra siber yang kuat, Indonesia tidak hanya mampu melindungi diri, tetapi juga dapat berkontribusi dalam menciptakan arsitektur keamanan kawasan yang lebih kuat.

Dengan demikian, rencana perubahan matra di TNI, khususnya penambahan matra siber, merupakan langkah strategis yang signifikan dalam memperkuat posisi Indonesia di ¬panggung internasional.

Tidak hanya sekadar memperkuat pertahanan nasional, matra siber juga memberikan Indonesia keunggulan dalam diplomasi pertahanan dan kerjasama keamanan.

Dalam dunia yang semakin terglobalisasi dan tergantung pada teknologi, kemampuan siber yang kuat akan menjadikan Indonesia aktor penting dalam menjaga stabilitas kawasan dan merespon tantangan global yang kian kompleks.

Prof. Dr. Drs. Ermaya Suradinata SH, MH, MS is a former Director General of Social and Political Affairs at the Ministry of Home Affairs of the Republic of Indonesia and Governor of Lemhanas RI (2001-2005).

id_IDIndonesian