Pancasila Sebagai Dasar Pemerintahan Di Tengah Tantangan Geopolitik

Dalam era global yang ditandai oleh rivalitas kekuatan besar, perebutan sumber daya stra-tegis, dan kemajuan teknologi yang disruptif, di mana setiap negara dituntut untuk memiliki fondasi ideologis yang kokoh dan arah kebijakan yang tepat guna. Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di persimpangan strategis antara Samudera Hindia dan Pasifik, menghadapi tantangan geo¬politik yang kompleks.
Berbarengan pula tantangan geopolitik kontemporer muncul dalam berbagai bentuk: meningkatnya rivalitas antara Amerika Serikat dan Tiongkok di kawasan Indo-Pasifik, perubahan iklim yang berdampak pada ketahanan pangan dan energi, perang dagang dan teknologi, serta berkembangnya konflik identitas akibat disinformasi digital.
Dalam menghadapi tekanan-tekanan tersebut, penyelenggaraan pemerintahan Indonesia harus diarahkan agar tidak sekadar reaktif, tetapi juga proaktif dan berlandaskan pada prinsip-prinsip nasional yang mencerminkan jati diri bangsa. Di sinilah relevansi Pancasila menjadi sangat strategis. Setiap sila dalam Pancasila, apabila diimplementasikan secara tepat, mampu memberikan pijakan moral sekaligus arah kebijakan yang sesuai dengan kepentingan nasional Indonesia.
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, menegaskan pentingnya dimensi moralitas dan etika dalam kebijakan luar negeri maupun dalam negeri. Dalam dunia yang semakin pragmatis dan transaksional, nilai spiritualitas ini memberi warna tersendiri bagi kebijakan Indonesia yang berorientasi pada perdamaian dan keadilan global. Diplomasi Indonesia, misalnya, tidak berpihak secara membuta pada blok kekuatan besar manapun.
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, memperkuat posisi Indonesia dalam percaturan geopolitik sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai universal, seperti hak asasi manusia, keadilan global, dan solidaritas antarbangsa. Ketika banyak negara terjebak dalam praktik kekuasaan yang eksploitatif atau hegemonik, Indonesia justru memiliki peluang untuk menjadi kekuatan moral yang memperjuangkan tatanan dunia yang lebih manusiawi. Pendekatan ini terlihat dalam kontribusi Indonesia terhadap isu Palestina, Rohingya, hingga upaya mediasi konflik internasional.
Adapun sila ketiga Persatuan Indonesia, adalah landasan vital untuk menghadapi ancaman non-konvensional dalam geopolitik, seperti infiltrasi ideologi asing, disinformasi global, politik identitas, dan proxy war. Dalam konteks persaingan kekuatan besar, negara-negara berkembang kerap dijadikan medan kontestasi. Indonesia harus memperkuat keutuhan sosial dan nasionalisme inklusif agar tidak mudah dipecah belah oleh kepentingan eksternal.
Pemerintahan yang berpijak pada sila ketiga akan lebih mampu mengelola keberagaman secara produktif dan menjadikan perbedaan sebagai kekuatan, bukan sebagai titik lemah. Ketahanan nasional bukan hanya persoalan militer dan ekonomi, tetapi juga persoalan identitas kolektif yang kokoh dan bersatu.
Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, menjadi fondasi penting dalam menjaga legitimasi pemerintahan dalam menghadapi tekanan global. Dunia saat ini menyaksikan gelombang otoritarianisme yang sering kali muncul atas nama stabilitas dan efisiensi. Indonesia, dengan warisan demokrasi yang telah berkembang sejak reformasi, memiliki tanggung jawab untuk menunjukkan bahwa sistem demokrasi deliberatif dapat berjalan seiring dengan pemerintahan yang efektif dan responsif.
Sila keempat ini mendorong penyelenggara negara untuk senantiasa mendengarkan aspirasi rakyat, menggunakan pendekatan dialogis dalam pengambilan kebijakan, serta mengedepankan musyawarah dalam menghadapi dilema geopolitik. Ini penting agar kebijakan strategis nasional, seperti pertahanan siber, pengembangan teknologi, dan hubungan luar negeri, tidak kehilangan legitimasi di mata rakyat.
Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, adalah puncak dari semua prinsip Pancasila dan sekaligus kunci utama dalam menjawab ketimpangan struktural global. Dalam dunia yang diwarnai oleh sistem ekonomi yang eksploitatif dan ketergantungan teknologi pada negara-negara maju, Indonesia harus membangun kedaulatan ekonomi yang berkeadilan.
Pemerintah harus memperkuat ketahanan pangan, energi, dan digital dengan kebijakan yang berpihak pada rakyat, terutama mereka yang berada di daerah tertinggal dan rentan. Strategi pembangunan harus dirancang agar tidak menambah ketimpangan, melainkan memperkecil kesenjangan antardaerah dan antarkelompok sosial.
Penting juga ditekankan bahwa penerjemahan Pancasila dalam kebijakan luar negeri dan pertahanan tidak boleh bersifat simbolik belaka. Pemerintahan yang berlandaskan Pancasila harus mampu menerjemahkan nilai-nilai tersebut dalam desain strategis kebijakan yang berorientasi pada kepentingan nasional yang tepat guna. Dalam hal ini, pendekatan geopolitik Indonesia seharusnya tidak semata-mata berlandaskan perimbangan kekuatan (balance of power), tetapi pada konsepsi strategis berbasis nilai dan kepentingan jangka panjang bangsa.
Maka Pancasila adalah kekuatan lunak sekaligus fondasi kebijakan yang keras bagi Indonesia dalam menghadapi geopolitik global yang penuh gejolak. Ia bukan hanya simbol atau jargon, melainkan sistem nilai yang hidup dan membimbing arah pemerintahan. Ketika banyak negara mengalami krisis identitas, arah, dan legitimasi, Indonesia memiliki warisan ideologis yang mapan dan relevan: Pancasila.
Tugas kita sebagai bangsa adalah memastikan bahwa nilai-nilai luhur ini benar-benar menjadi dasar dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, dari diplomasi luar negeri hingga distribusi kesejahteraan dalam negeri. Dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar penyelenggaraan pemerintahan dalam menghadapi tantangan geopolitik, Indonesia tidak hanya mempertahankan kedaulatannya, tetapi juga dapat memainkan peran yang lebih besar dalam membentuk masa depan kawasan dan dunia yang lebih damai, adil, dan beradab.
Prof. Dr. Ermaya Suradinata, SH, MH, MS, adalah Dewan Pakar BPIP RI dan Ketua Dewan Pembina Center for Geopolitics & Geostrategy Studies Indonesia (CGSI).