Diplomasi Bermartabat Jalan Tengah Kemanusiaan

Rencana evakuasi seribu warga Palestina dari Jalur Gaza oleh Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, adalah bukti nyata bahwa Indonesia tidak hanya berdiri di sisi kemanusiaan, tetapi juga memainkan peran aktif dan bermartabat dalam percaturan geopolitik global. Ini bukan semata-mata soal menyelamatkan korban perang, tetapi juga membangun reputasi Indonesia sebagai negara besar—dengan hati nurani dan kepemimpinan yang didengar. Presiden Prabowo tidak melangkah sendirian. Ia berkonsultasi langsung dengan lima negara kunci di Timur Tengah—Uni Emirat Arab, Turki, Mesir, Qatar, dan Yordania.

Pendekatan diplomasi konsultatif ini menandakan keseriusan Indonesia dalam menjaga netralitas, kepercayaan internasional, dan komitmen terhadap stabilitas kawasan. Di tengah dunia yang semakin terpolarisasi, Indonesia memilih jalan damai, inklusif, dan kolaboratif. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar dan anggota aktif Gerakan Non-Blok, Indonesia memiliki posisi geopolitik yang unik.

Ketika masyarakat internasional menyerukan agar Indonesia lebih vokal dalam menyuarakan krisis Gaza, pemerintah meresponsnya dengan aksi nyata yang memadukan moralitas dan strategi. Indonesia tidak datang dengan klaim politik, tetapi dengan bantuan kemanusiaan yang tulus dan prinsip yang teguh: mendukung rakyat Palestina.

Patut dipuji juga bahwa pemerintah dengan tegas menolak segala bentuk relokasi permanen. Evakuasi ini bersifat sementara, dengan fokus pada korban perang yang membutuhkan perawatan medis dan pemulihan psikososial. Langkah kemanusiaan ini sejalan dengan hukum internasional dan, pada saat yang sama, mencegah segala bentuk manipulasi politik terkait masalah pengungsi yang rentan.

Pendekatan Indonesia juga sangat berhati-hati. Tujuannya jelas: untuk memastikan bahwa niat baik ini tidak melemahkan perjuangan Palestina atau mengubah demografi Gaza secara permanen. Di sinilah letak kekuatan diplomasi Indonesia-tidak sensasional, tetapi substansial; tidak reaktif, tetapi diperhitungkan secara strategis.

Dalam hal ini, Indonesia memposisikan diri sebagai jembatan kepercayaan di tengah aktor-aktor global yang seringkali terjebak dalam politik kepentingan sepihak. Evakuasi kemanusiaan ini, meski terlihat sederhana, menjadi instrumen kunci dalam menegaskan kembali posisi Indonesia di mata dunia: sebagai negara yang mampu mengintegrasikan politik luar negeri yang berlandaskan prinsip-prinsip kemanusiaan, hukum internasional, dan konsensus multilateral.

Sementara itu, dunia juga menyaksikan dinamika berbeda dari dalam Israel. Sekitar 1.000 tentara cadangan, termasuk tokoh penting seperti mantan panglima militer Dan Halutz, secara terbuka menyatakan ketidaksetujuan terhadap pendekatan militer Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Mereka mendesak negosiasi damai untuk membebaskan sandera, bukan eskalasi kekerasan yang hanya memperparah penderitaan rakyat sipil.

Kritik tajam terhadap Netanyahu yang dituduh menggunakan perang untuk kepentingan politik pribadinya menunjukkan fragmentasi serius antara elite politik dan militer. Situasi ini mencerminkan krisis moral dan legitimasi di tubuh negara yang selama ini mengandalkan pendekatan kekuatan dalam penyelesaian konflik. Ketika suara dari dalam militer sendiri menyerukan penghentian operasi dan penyelesaian diplomatik, maka menjadi terang bahwa pendekatan koersif mulai kehilangan legitimasi.

Di tengah kekacauan moral dan kebijakan koersif tersebut, Indonesia tampil sebagai suara yang jernih. Negara yang tidak hanya bicara tentang perdamaian, tetapi juga bertindak. Negara yang tidak bermain dengan kekuatan, tetapi juga mengedepankan rasa kemanusiaan sebagai fondasi kebijakan luar negeri. Indonesia memahami bahwa konflik Israel Palestina bukan sekadar pertarungan dua kekuatan politik, melainkan tragedi kemanusiaan yang membutuhkan kepemimpinan global yang empatik dan konsisten terhadap prinsip moral.

Maka evakuasi warga Palestina bukan sekadar aksi kemanusiaan, tetapi juga pernyataan geopolitik. Bahwa Indonesia ingin, bisa, dan siap menjadi pemain penting dalam membangun dunia yang lebih adil, damai, dan manusiawi. Di saat negara-negara besar terjebak dalam kalkulasi kepentingan jangka pendek, Indonesia hadir dengan pendekatan jangka panjang yang berbasis kepercayaan, moralitas, dan kepatuhan terhadap norma-norma internasional.

Kepemimpinan Prabowo dalam hal ini mencerminkan babak baru dalam diplomasi Indonesia diplomasi yang aktif, percaya diri, dan tetap membumi pada nilai-nilai kemanusiaan. Dengan komitmen terhadap prinsip-prinsip hukum internasional dan kerja sama global, Indonesia kini tidak hanya dilihat sebagai mitra strategis, tetapi juga sebagai penggerak moralitas global.

Apa yang dilakukan Indonesia dapat menjadi model baru diplomasi global: berbasis kemanusiaan, inklusif, dan kolaboratif. Ketika dunia diliputi konflik dan kepentingan sempit, hadirnya negara seperti Indonesia menjadi penting. Negara yang mampu menunjukkan bahwa kekuatan sejati dalam diplomasi bukan pada senjata atau tekanan ekonomi, tetapi pada keberanian untuk bertindak berdasarkan prinsip moral universal.

Di masa depan, tantangan global akan semakin kompleks—dari perubahan Dunia tengah mencari arah baru dalam mengelola konflik dan tragedi kemanusiaan. Indonesia, melalui langkah konkret dan prinsipil di Gaza, telah menunjukkan bahwa jalan itu masih mungkin.

Diplomasi yang bermartabat, berpihak pada korban, dan menjunjung tinggi kemanusiaan adalah satu-satunya cara untuk membangun perdamaian yang adil dan berkelanjutan. Mungkin sekarang adalah saatnya bagi dunia untuk mendengarkan lebih dalam apa yang disuarakan oleh Indonesia-bukan dengan senjata, tetapi dengan moralitas dan diplomasi. Bukan dengan kekuatan pemaksa, tetapi dengan tekad yang teguh. Karena dalam diplomasi yang bermartabat, kita menemukan harapan untuk dunia yang lebih damai.

Prof. Dr. Ermaya Suradinata, SH, MH, MS, adalah Gubernur Lemhannas RI (2001-2005) dan Direktur Jenderal Sosial Politik Depdagri RI (1998-2000). Kini menjabat Ketua Dewan Pembina Center for Geopolitics & Geostrategy Studies Indonesia (CGSI).

id_IDIndonesian