Dominasi selalu tampil pongah. Dalam kisah BRICS, kepongahan itu adalah dominasi kekuatan negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya. Maka anggota-anggota BRICS yang terdiri dari Brazil, Russia, India, China, dan South Africa menentangnya.
BRICS mendesak untuk perlunya reformasi lembaga-lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia agar lebih mewakili pergeseran kekuatan ekonomi global. Kini sudah kasat mata bahwa pergeseran kekuatan ekonomi global telah terjadi, tidak melulu didominasi oleh kelompok negara-negara maju.
Brazil, Russia, India, China, dan South Africa negara-negara yang tergabung dalam BRICS semuanya mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan dan menjadi pemain utama dalam perekonomian global. BRICS melihat nilai kolaborasi untuk memperkuat posisi mereka di panggung ekonomi dunia.
Pengaruh global terus berubah seiring waktu. Sementara BRICS dapat memberikan alternatif dan mempengaruhi beberapa aspek ekonomi dan politik global, hal itu tidak berarti bahwa dominasi AS dan Eropa secara otomatis runtuh. Perubahan dalam dinamika global melibatkan banyak faktor kompleks dan variabel.
Maka hari-hari ini dunia melihat kepongahan yang didominasi Amerika Serikat dan negara-negara Barat, pelan-pelan, redup. Atau sedikit berpendar, sebuah kilau yang dianggap banyak orang sebagai cahaya yang ganjil.
Menjadi nyata pula bahwa kelompok ini, yang didirikan pada tahun 2009, memperkuat posisi mereka dalam panggung dunia. Mereka pun tiap tahun rutin mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT). Untuk tahun ini mereka mengadakan di Johannesburg, Afrika Selatan, pada 22-24 Agustus 2023.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo diagendakan akan menghadiri Konferensi KTT tersebut. Karuan saja ini menjadi tanda diplomasi yang strategis, akan membawa sejumlah dampak positif bagi Indonesia.
Pandangan politik luar negeri Indonesia selalu menekankan pentingnya diplomasi multilateral dan kerjasama internasional. Bersamaan pula Indonesia sebagai anggota G20 dan ASEAN, dapat menggunakan hubungan dengan BRICS untuk memperkuat posisinya dalam forum-forum internasional, serta untuk mendorong solusi kolaboratif terhadap isu-isu global.
Dalam menghadapi dinamika politik global, pandangan politik luar negeri Indonesia tetap menggarisbawahi pentingnya membangun hubungan yang seimbang dan saling menguntungkan dengan berbagai negara dan kelompok di seluruh dunia. Dalam konteks ini, BRICS menjadi elemen penting dalam strategi politik luar negeri Indo¬nesia.
Selain itu harus diakui bahwa dalam era globalisasi yang semakin kompleks ini, kelompok BRICS telah muncul sebagai entitas geopolitik dan geostrategi yang signifikan. Maka Indonesia memandang BRICS dari perspektif geopolitik dan geostrategi ini menjadi penting.
Dunia mengakui bahwa keempat negara BRICS adalah ekonomi besar dengan pertumbuhan yang dinamis, dengan demikian Indonesia memandang penting diadakan kerjasama perdagangan dan investasi dengan anggota BRICS. Jelaslah ini dapat membuka peluang akses pasar yang lebih luas, serta memungkinkan diversifikasi perdagangan untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasar tradisional.
Dalam pandangan geopolitik, Indonesia memperkuat kemitraan dan hubungan dengan berbagai negara dan kelompok di seluruh dunia. Maka hubungan dengan BRICS, dapat menjadi alternatif penting yang mendukung diversifikasi hubungan internasional Indonesia.
Hubungan ini bisa semakin memperjelas bahwa Indonesia tidak bergantung pada hubungan dengan negara-negara Barat. Tetapi bisa pula menjalin kemitraan yang lebih kuat dengan negara-negara berkembang di berbagai wilayah termasuk dengan BRICS.
Geopolitik dan geostrategi Indonesia memandang BRICS memiliki peran dalam merumuskan pandangan global, seperti reformasi lembaga-lembaga internasional dan perdagangan. Indonesia dapat memanfaatkan kemitraan dengan BRICS untuk memperkuat posisi dalam arena internasional, mendukung pertumbuhan ekonomi, dan meraih tujuan pembangunan nasional.
Bersamaan pula Indonesia dapat menggunakan hubungan dengan BRICS untuk mempromosikan investasi, teknologi, dan kerjasama di berbagai sektor. Sebagai contoh, kerjasama dalam bidang pertanian, energi terbarukan, dan infrastruktur dapat membantu Indonesia memajukan sektor-sektor vital.
Meskipun begitu, dalam mengembangkan hubungan ini, Indonesia harus tetap mempertimbangkan keseimbangan dan kemandirian serta memastikan bahwa hubungan ini sesuai dengan visi dan prinsip-prinsip luar negeri nasional.
(Prof. Dr. Ermaya Suradinata, SH, MH, MSI, adalah mantan Dirjen Sosial dan Politik Kementerian Dalam Negeri RI, Rektor IPDN, dan mantan Gubernur Lemhannas RI.)