Tahun 1945, Bung Karno menulis “Manifesto Politik.” Ini merupakan dokumen yang memuat pandangan dan tujuan politik Indonesia, termasuk visi dalam konteks dunia yang dipengaruhi oleh Perang Dunia II. Dalam tulisan ini, Bung Karno menekankan kemerdekaan, kedaulatan, dan persatuan bangsa Indonesia. Ia juga menyoroti pentingnya diplomasi dan hu¬bungan internasional yang berdasarkan prinsip-prinsip kesejajaran antar negara-negara.
Tulisan Bung Karno itu sangat relevan dalam konteks perang ideologi dalam era globalisasi, karena menggambarkan tekad Indonesia untuk menjaga kemerdekaannya walau awalnya dalam menghadapi tekanan imperialisme dan kolonialisme. Prinsip-prinsip yang terdapat dalam tulisan Bung Karno itu, seperti kemerdekaan dan persatuan, masih menjadi bagian penting dari pandangan dunia Indonesia guna menghadapi perang ideologi di era globalisasi.
Untuk diketahui pula bahwa perang ideologi di era globalisasi ini terjadi, antara lain oleh adanya aspek meningkatnya konektivitas dan aliran informasi antar negara-negara, yang seiring ini mempercepat penyebaran ideologi. Karuan saja ini pula yang dapat memperkuat perang ideologi. Oleh karena itu ideologi yang lebih dominan, atau kuat, dapat dengan mudah memengaruhi dan menyebar ke berbagai negara.
Dalam era globalisasi apa yang menjadi aspek perang ideologi, antara lain, lewat penyebaran informasi, pengaruh budaya global, serta hubungan ekonomi internasional. Maka di sini lewat penyebaran informasi, di mana kemajuan teknologi komunikasi dan media sosial memungkinkan ideologi dan gagasan politik menyebar lebih cepat dan lebih luas. Negara-negara atau kelompok-kelompok yang memiliki agenda ideologis bisa mencapai audiens global dengan lebih mudah.
Apa boleh buat, dalam era kini, perang ideologi tetap relevan walaupun telah berubah dalam bentuknya. Perang ideologi modern sering kali berfokus pada isu-isu global, dan pengaruh asimetris dapat menjadi lebih nyata. Negara-negara dengan sumber daya besar, sangat mungkin, memiliki lebih banyak pengaruh dalam mempromosikan ideologi mereka daripada negara-negara kecil atau kelompok minoritas.
Perkembangan terkini dalam perang ideologi global mencakup berbagai aspek, yang di dalamnya memengaruhi hubungan internasional dan dinamika politik di berbagai belahan dunia. Maka terdapat persaingan antara demokrasi liberal dan otoritarianisme. Sementara itu di negara-negara Barat, telah menggoyahkan keyakinan dalam model demokrasi liberal. Beberapa negara mengalami polarisasi politik yang tinggi, populisme, dan penurunan kepercayaan terhadap lembaga-lembaga demokrasi. Hal ini menciptakan ruang untuk penyebaran ideologi yang menantang demokrasi liberal.
Dengan demikian pemikiran Bung Karno punya konteks aktualisasinya, di mana pandangan Bung Karno tentang perang ideologi, adalah refleksi dari pemikiran dan visinya dalam menghadapi pergolakan dunia pada masa pascaperang. Di sini Bung Karno memperjelas bahwa perang ideologi memang tidak bisa dinafikan begitu saja, karena perang ideologi sebagai bagian dari perjuangan negara-negara yang baru merdeka dari penjajahan kolonial. Hal ini ditempuh untuk mempertahankan kedaulatan, untuk menghindari dominasi oleh kekuatan-kekuatan asing.
Maka salah satu konsep utama dalam pandangan Bung Karno adalah Gerakan Non-Blok, tidak bisa lekang dan lapuk oleh zaman. Di mana Bung Karno bersama dengan tokoh-tokoh seperti Jawaharlal Nehru dari India dan Josip Broz Tito dari Yugoslavia, mendirikan Gerakan Non-Blok pada Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada tahun 1955. Konferensi ini juga momentum penting dalam sejarah diplomasi dunia ketika negara-negara Asia dan Afrika berkumpul untuk membahas isu-isu global, termasuk perang ideologi.
Dalam momentum tersebut, Bung Karno berseru terhadap pemahaman betapa pentingnya persatuan dan solidaritas di antara negara-negara Asia dan Afrika yang baru merdeka. Sang Proklamator Republik Indonesia ini menekankan pentingnya tidak terlibat dalam Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur, serta menegaskan kemandirian dan ketidakberpihakan sebagai prinsip yang harus dipegang teguh.
Dari sana semakin benderang pula bahwa Bung Karno adalah seorang nasionalis yang gigih. Selain menanamkan untuk Indonesia, ia juga mempromosikan gagasan bahwa bangsa-bangsa Asia-Afrika harus merdeka dan berdaulat atas tanah airnya sendiri. Pandangan nasionalis ini menjadi salah satu pijakan utama dalam ideologi Pancasila. Demikian juga manakala Bung Karno menekankan pentingnya kemandirian dalam mengelola sumber daya dan mengambil keputusan sebagai bangsa ini tercermin dalam Pancasila yang mempromosikan kedaulatan dan kemandirian rakyat.
Maka pemikiran ideologi Bung Karno, dalam konteks ideologi Pancasila, telah menjadi landasan ideologis bagi negara Indonesia dan memainkan peran penting dalam pembentukan karakter negara dan masyarakat Indonesia. Ideologi ini menggarisbawahi prinsip-prinsip dasar yang dipegang oleh bangsa Indonesia, dan bukan utopia untuk menjadi panduan dalam menghadapi berbagai tantangan dalam sejarah masa kini.
Dengan begitu ideologi Pancasila menjadi seperangkat prinsip dasar yang menggambarkan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh negara Indonesia, seperti kemerdekaan, kedaulatan rakyat, keadilan sosial, demokrasi, dan ketuhanan yang maha esa. Lantas bukanlah utopia manakala Bung Karno melihat Pancasila sebagai pandangan dunia yang inklusif, yang bisa menyatukan berbagai kelompok masyarakat yang beragam dalam satu kesatuan negara.
Orientasi itu terkait pula dengan visi negarawan. Visi Negarawan adalah konsep yang menggambarkan pandangan dunia suatu negara, diimplementasikan dalam kebijakan luar negeri, dengan prinsip-prinsip seperti kedaulatan nasional, non-intervensi, dan ketidakberpihakan dalam konflik internasional. Visi ini bertujuan untuk mempromosikan perdamaian, keadilan, dan stabilitas dalam hubungan internasional.
Hal tersebut juga untuk mendukung solidaritas internasional, diplomasi, dan penghormatan terhadap hukum internasional. Maka visi Negarawan relevan dalam menghadapi globalisasi karena membantu negara-negara untuk mempertahankan kedaulatan ekonomi dan melindungi kepentingan nasional di tengah arus globalisasi ekonomi, serta untuk menghindari konflik ideologi dan aliansi militer yang dapat mengancam kedaulatan.
Seruan Bung Karno ini sangat relevan dalam konteks perang ideologi, karena Bung Karno secara tegas menolak campur tangan asing dalam urusan dalam negeri negara-negara merdeka. Serta ia mendukung prinsip ketidakberpihakan. Pidato tersebut menjadi dasar untuk pendirian Gerakan Non-Blok, yang bertujuan untuk mempromosikan perdamaian dan kerjasama internasional di luar blok-blok besar.
Kini semakin jelaslah bahwa globalisasi dan perang ideologi adalah fakta yang tidak dapat dipisahkan dalam dunia saat ini. Di mana globalisasi mempengaruhi cara perang ideologi berkembang dan menyebar, sementara perang ideologi tetap menjadi faktor penting dalam kompetisi dan diplomasi internasional.
(Prof. Dr. Ermaya Suradinata, SH, MH, MS, adalah mantan Dirjen Sosial dan Politik Kementerian Dalam Negeri RI, Rektor IPDN, dan mantan Gubernur Lemhannas RI.)