SEJAK 1 Januari 2025, kepemimpinan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) beralih ke tangan Malaysia, yang sekaligus menjadi tuan rumah KTT ASEAN pada Mei 2025.
Keputusan ini menarik perhatian dunia, terutama setelah pengumuman bahwa Malaysia berencana mengundang perwakilan China dan negara-negara Teluk Arab ke dalam forum tersebut.
Langkah ini mencerminkan upaya Malaysia untuk memperluas peran ASEAN dalam geopolitik global, di tengah ketegangan internasional yang semakin intens.
Keputusan ini bukan hanya berkaitan dengan hubungan bilateral ASEAN dengan China atau negara-negara Teluk Arab, tetapi juga mencerminkan kebijakan luar negeri Malaysia yang berusaha memperkuat posisi ASEAN sebagai aktor penting dalam dunia yang semakin multipolar.
Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, sebagaimanakan disiarkan pers dunia menegaskan bahwa tujuan pengundangan negara-negara non-anggota tersebut bukan untuk melawan Amerika Serikat, tetapi untuk memastikan relevansi ASEAN dalam dunia yang semakin multipolar.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa Malaysia tidak ingin ASEAN terperangkap dalam pertarungan kepentingan antara AS dan China, melainkan berupaya memperkuat posisi ASEAN sebagai pemain netral, tapi proaktif di panggung internasional.
Dengan mengundang kekuatan besar seperti China dan negara-negara Teluk yang kaya akan sumber daya, ASEAN tidak hanya mengukuhkan dirinya sebagai blok perdagangan yang tangguh, tetapi juga secara terbuka menantang dominasi Amerika Serikat dalam kancah politik dan ekonomi internasional.
Keputusan Malaysia, yang memegang kepemimpinan ASEAN, menunjukkan tekad kawasan ini untuk mengembangkan hubungan lebih luas, tanpa terjebak dalam ketegangan antara dua kekuatan besar dunia, AS dan China.
Geopolitik ASEAN saat ini berada pada titik krusial. Dengan terjadinya pergeseran kekuatan global, ASEAN berusaha menjadi pemain yang lebih mandiri dan relevan dalam dunia multipolar.
Keterlibatan China, yang merupakan mitra dagang utama ASEAN, serta negara-negara Teluk Arab, yang memiliki surplus energi signifikan, menggambarkan upaya ASEAN untuk memperkuat integrasi ekonomi dan politiknya di tengah ketegangan perdagangan antara AS dan China.
Lantas secara strategis, kerja sama antara ASEAN, China, dan negara-negara Teluk menawarkan banyak keuntungan. China, dengan kekuatan ekonominya yang terus berkembang, adalah mitra utama yang menawarkan peluang besar dalam sektor perdagangan dan investasi.
Aliansi semacam ini tidak hanya menguntungkan bagi ekonomi kawasan, tetapi juga meningkatkan posisi tawar ASEAN di hadapan kekuatan besar lainnya, termasuk AS.
Sementara itu Indonesia, sebagai negara dengan ekonomi terbesar di ASEAN, memiliki kepentingan strategis dalam menjaga keseimbangan hubungan antara negara-negara besar ini. Dengan memanfaatkan aliansi baru, Indonesia dapat mempercepat modernisasi sektor-sektor penting, seperti energi terbarukan, teknologi, dan manufaktur.
Kendati demikian, Indonesia juga harus berhati-hati terhadap dampak kebijakan luar negeri AS yang bisa mengancam kestabilan perdagangan global. AS, meskipun tidak diundang langsung dalam KTT, tetap merupakan mitra dagang utama ASEAN dan memiliki pengaruh besar terhadap perekonomian global.
Oleh karena itu, kebijakan yang diambil ASEAN harus mempertimbangkan keseimbangan antara mempererat hubungan dengan China dan negara-negara Teluk, sambil menjaga saluran diplomasi yang baik dengan AS.
Maka langkah Malaysia untuk memperkuat aliansi dengan China dan negara-negara Teluk dalam KTT ASEAN 2024 bisa dibaca sebagai orientasi ASEAN untuk menyeimbangkan dominasi Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik dan global.
Sekaligus pula tekad ASEAN untuk mempertahankan relevansinya dalam tatanan dunia yang semakin multipolar.
Dengan ketegangan yang semakin meningkat antara AS dan China, ASEAN berusaha menjadi pusat diplomasi yang tidak terjebak dalam pertarungan antara dua kekuatan besar tersebut.
Kawasan Asia Tenggara, dengan sepuluh negara anggotanya, telah menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia.
Meskipun memiliki potensi besar, ASEAN bukanlah entitas homogen. Negara-negara seperti Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Thailand berada pada tingkat kemajuan ekonomi yang lebih tinggi, sementara negara-negara seperti Laos dan Myanmar masih menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan daya saing mereka.
Keberagaman ini menjadi tantangan bagi ASEAN dalam merancang kebijakan yang dapat menguntungkan seluruh anggotanya.
Maka langkah Malaysia untuk mengundang China dan negara-negara Teluk Arab dalam KTT ASEAN 2025, merupakan respons terhadap dinamika geopolitik yang semakin kompleks di tingkat global.
China, dengan pertumbuhannya yang pesat, telah menjadi mitra dagang utama ASEAN. Sementara negara-negara Teluk Arab, seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, menawarkan kekuatan finansial besar berkat surplus energi mereka.
Kolaborasi ini memberikan peluang besar bagi ASEAN untuk mengakses dana investasi yang dibutuhkan dalam sektor-sektor penting seperti infrastruktur, teknologi, dan energi terbarukan.
Bagi negara-negara Teluk, ASEAN juga merupakan pasar yang menjanjikan dengan potensi besar untuk diversifikasi ekonomi mereka.
Oleh karena itu, KTT ASEAN 2025 menjadi titik balik penting dalam memperkuat aliansi regional. Dari itu tantangan utama yang dihadapi ASEAN adalah disparitas dalam tingkat pembangunan ekonomi antarnegara anggotanya.
Negara-negara maju seperti Singapura dan Malaysia kemungkinan akan lebih mudah meraih manfaat dari aliansi ini, sementara negara-negara dengan tingkat pendapatan rendah, seperti Laos dan Kamboja, berisiko kesulitan dalam memanfaatkan peluang yang ada.
Oleh karena itu, kerja sama yang lebih erat antara ASEAN, China, dan negara-negara Teluk juga menawarkan peluang bagi kawasan ASEAN untuk memainkan peran lebih besar dalam geopolitik global.
Aliansi ini dapat memperkuat daya tawar ASEAN dalam negosiasi perdagangan internasional, dan menjadi penghubung penting dalam aliran investasi lintas kawasan.
Sebagai kawasan yang tidak terjebak dalam ketegangan antara kekuatan besar, ASEAN berpotensi menjadi pusat diplomasi yang lebih independen, sekaligus mengamankan kesejahteraan ekonomi regional melalui kerjasama yang lebih luas.
Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di ASEAN dan salah satu kekuatan geopolitik utama di Asia Tenggara, Indonesia memiliki kepentingan besar dalam perkembangan hubungan ASEAN dengan China dan negara-negara Teluk Arab.
Dengan populasi terbesar dan posisi strategisnya, Indonesia berada di tengah-tengah perubahan besar dalam peta geopolitik global.
Melalui partisipasi aktif dalam ASEAN, Indonesia berusaha menjaga kepentingan nasionalnya di tengah ketegangan yang terjadi antara dua kekuatan besar dunia, yakni Amerika Serikat dan China.
Indonesia memainkan peran penting dalam jalur perdagangan internasional, khususnya melalui Selat Malaka, yang merupakan salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia.
Sekitar 80 persen pengiriman minyak dari Timur Tengah ke China dan Jepang melewati selat ini, menjadikan Indonesia sebagai negara vital dalam menghubungkan Timur Tengah dengan Asia Timur.
Oleh karena itu, Indonesia memiliki kepentingan besar dalam menjaga stabilitas jalur perdagangan ini, yang merupakan kunci bagi kestabilan ekonomi kawasan dan dunia secara keseluruhan.
Secara geopolitik, Indonesia berusaha untuk mempertahankan posisi netral di tengah ketegangan yang melibatkan kekuatan-kekuatan besar dunia, sambil terus memperkuat hubungan dengan negara-negara yang memberikan manfaat ekonomi.
Kerja sama yang lebih erat dengan China, khususnya dalam sektor teknologi dan investasi, dapat mempercepat modernisasi ekonomi Indonesia.
Selain itu, hubungan dengan negara-negara Teluk Arab memberikan peluang investasi yang signifikan, terutama di sektor infrastruktur dan energi - keduanya sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan.
Meski begitu, Indonesia juga harus berhati-hati dalam mengelola hubungan dengan Amerika Serikat, yang masih menjadi mitra dagang utama ASEAN, termasuk Indonesia.
Kebijakan perdagangan AS yang semakin proteksionis berpotensi memberikan dampak negatif bagi ekonomi Indonesia, yang sangat bergantung pada ekspor ke pasar AS.
Ketegangan perdagangan antara AS dan China juga memberikan tantangan bagi Indonesia dalam menjaga keseimbangan hubungan dengan kedua negara besar ini.
Dengan demikian, Indonesia harus memainkan peran lebih aktif dalam ASEAN, berupaya memanfaatkan hubungan dengan negara-negara Teluk Arab dan China, sambil tetap menjaga hubungan baik dengan AS.
Dengan mengelola kebijakan luar negeri yang hati-hati dan bijaksana, Indonesia dapat melindungi kepentingan nasionalnya, memanfaatkan peluang ekonomi yang ada, dan memperkuat posisinya sebagai kekuatan geopolitik yang stabil di tengah ketegangan global.
Dengan ekonomi yang terus berkembang dan posisi geografis yang sangat strategis di jalur perdagangan internasional, ASEAN memiliki potensi untuk memainkan peran yang lebih besar dalam peta perdagangan global.
Namun, untuk mewujudkan hal ini, ASEAN harus mampu mengelola dinamika internal dan eksternal dengan bijak, guna memperkuat kemitraan dengan kekuatan global tanpa terjebak dalam rivalitas tajam antara Amerika Serikat dan China.
Secara internal, ASEAN bukanlah blok yang homogen. Terdapat kesenjangan ekonomi yang signifikan antara negara-negara anggota.
Oleh karena itu, memperkuat kohesi antarnegara ASEAN dan menciptakan kebijakan yang inklusif, menjadi kunci untuk memastikan bahwa seluruh anggota dapat memanfaatkan peluang yang ada, baik dalam hubungan dengan China maupun negara-negara Teluk Arab.
Di tengah ketegangan global, ASEAN memiliki potensi besar pula untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang lebih terintegrasi dan mandiri.
Dengan strategi yang tepat, ASEAN dapat memperkuat posisinya di dunia yang semakin multipolar, memanfaatkan kemitraan dengan China dan negara-negara Teluk Arab untuk mengamankan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik kawasan.
Bagi Indonesia, ini merupakan kesempatan untuk memainkan peran yang lebih aktif, lantas memastikan bahwa kepentingan nasionalnya terjaga sambil berkontribusi pada penguatan peran ASEAN di kancah global.
Prof. Dr. Drs, Ermaya Suradinata, SH, MH, MS, adalah Gubernur Lemhannas RI (2001-2005). Kini Ketua Dewan Pembina Center for Geopolitic and Strategy ¬Studies of Indonesia (CGSI)